Proyek Rempang Tidak Mengabaikan Penolakan Masyarakat
Pemerintah dan BP Batam gagal memenuhi keinginan masyarakat Rempang, menurut Wahana Lingkungan Hidup https://www.photomalang.com/ Indonesia (Walhi) Riau. Walikota Batam dan kepala BP Batam berkomitmen untuk menyelesaikan rencana investasi Rempang Eco-City. Mereka menentang relokasi warga untuk proyek Rempang Eco-City.
Sebelum ini, BP Batam, Pemerintah Kota Batam, dan PT Makmur Elok Graha (MEG) mengadakan pertemuan koordinasi untuk pengembangan Rempang Eco-City untuk membahas pelaksanaan proyek dan berbagai rencana tindakan untuk mendukung investasi di Rempang, salah satunya menyediakan infrastruktur dasar.
Setelah kunjungan dan konferensi pers Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, di Kota Batam pada 12 Juli 2024 terkait Investasi Rempang Eco-City, rapat koordinasi berlangsung.
Kunjungan itu bertujuan untuk memastikan kesiapan infrastruktur dan pembangunan rumah.
Warga yang terkena dampak pengembangan Rempang Eco-City menganggap bahwa kedua agenda pemerintah ini menunjukkan bahwa penolakan masyarakat terhadap rencana pembangunan PSN Rempang Eco-City tidak signifikan. Menurut Walhi Riau, ini menunjukkan bahwa penolakan masyarakat terhadap rencana tersebut tidak signifikan.
BACA JUGA: Sepuluh Hak Masyarakat Adat Yang Diambil dari Proyek di Rempang
Eko Yunanda, Manajer Akselerasi WKR dan Pengorganisasian Eksekutif Daerah Walhi Riau, mengatakan pemerintah tidak seharusnya memaksakan untuk melanjutkan investasi di Rempang Eco-City karena mayoritas warga Rempang masih menolak direlokasi.
Eko mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Kamis (25/7) bahwa masyarakat Rempang masih ingin hidup dan menjaga tanah adat leluhur mereka yang mereka tempati sejak dulu.
Data yang dikumpulkan dalam studi “Kronik PSN Rempang Eco-City, Kontroversi Investasi Tiongkok, dan Resistensi Masyarakat Rempang” menunjukkan bahwa hanya 20% dari masyarakat di lima kampung tua yang dianggap penting.
pengembangan. Belongkeng, Sembulang Pasir Merah, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, Pasir Panjang, dan Belongkeng adalah sebagian dari kampung yang dipindahkan. Mereka yang tersisa tinggal di kota mereka masing-masing.
Menurut Eko, jika pemerintah terus mengembangkan Rempang Eco-City, proyek tersebut tidak hanya akan menghancurkan hak-hak masyarakat adat Pulau Rempang, tetapi juga berpotensi menghancurkan sumber daya ekonomi masyarakat.
Mayoritas masyarakat Rempang bergantung pada kebun dan laut, dan hasil pertanian, peternakan, dan laut telah menyumbang sebagian besar makanan Kota Batam.
Eko mengatakan bahwa pemerintah harus mempertimbangkan kembali untuk menjadikan Rempang sebagai kawasan industri dan perdagangan karena hasil pertanian dan laut masyarakat di sana selama ini sangat membantu memenuhi kebutuhan makanan Kota Batam.
Baca juga: Dana Ford
Eko juga mempertanyakan dari mana dana akan berasal untuk melanjutkan pembangunan Rempang Eco-City. Kabarnya, Xinyi Group akan menyumbang investasi sebesar 175 triliun rupiah. Namun, Eko menyatakan bahwa mereka belum memulai negosiasi dengan PT MEG dan BP Batam.
Hingga saat ini, bahkan kolaborasi yang telah mereka lakukan di Gresik dan Bangka Belitung Selatan sejak 2022 dan 2020 belum dimulai. Eko menyimpulkan, “Lalu, untuk apa pemerintah bersemangat untuk melanjutkan proyek ini ketika investasinya belum jelas?”